Profil Desa Krapyak
Ketahui informasi secara rinci Desa Krapyak mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Kelurahan Krapyak, Pekalongan Utara. Jelajahi pusat tradisi Syawalan dan Lopis Raksasa yang melegenda, denyut ekonomi kreatif berbasis event budaya, serta dinamika kehidupan masyarakat di salah satu kawasan paling ikonik Kota Pekalongan.
-
Episentrum Tradisi Syawalan
Pusat dari perayaan pesta rakyat Syawalan terbesar di Pekalongan, yang puncaknya adalah prosesi pemotongan Lopis Raksasa, sebuah tradisi yang telah menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
-
Ekonomi Berbasis Event Budaya
Perekonomian kelurahan ini terangkat secara signifikan setiap tahun oleh perayaan Syawalan, yang menciptakan pasar rakyat masif dan perputaran uang miliaran rupiah dalam beberapa hari.
-
Simbol Persatuan dan Sejarah
Tradisi Lopis Raksasa yang berasal dari gagasan ulama setempat menjadi simbol kuat persatuan, kegotongroyongan, dan spiritualitas masyarakat Pekalongan.

Di jantung Kecamatan Pekalongan Utara, terdapat sebuah kelurahan yang setiap tahunnya sontak menjadi pusat perhatian seluruh wilayah Pekalongan dan sekitarnya: Kelurahan Krapyak. Wilayah ini adalah episentrum dari sebuah tradisi akbar yang telah mengakar puluhan tahun, yakni Pesta Rakyat Syawalan, yang dimahkotai oleh sebuah ikon kuliner monumental: Lopis Raksasa. Jauh melampaui perayaan biasa, tradisi ini adalah urat nadi budaya, penggerak ekonomi musiman dan penegas identitas komunal yang sangat kuat.
Kelurahan Krapyak merupakan panggung di mana kearifan lokal, spiritualitas, dan keguyuban masyarakat dilebur menjadi satu dalam sebuah pesta rakyat yang meriah. Di luar momen Syawalan, denyut kehidupannya berjalan seperti kelurahan pesisir pada umumnya, dengan aktivitas ekonomi berbasis usaha kecil dan tantangan lingkungan yang nyata. Namun setiap tanggal 8 Syawal, Krapyak menjelma, menunjukkan wajahnya sebagai penjaga tradisi paling semarak di Kota Kreatif Dunia.
Puncak Pesta Rakyat: Tradisi Syawalan dan Lopis Raksasa
Identitas Kelurahan Krapyak tidak bisa dipisahkan dari perayaan Syawalan. Tradisi yang digelar seminggu setelah Hari Raya Idulfitri ini merupakan puncak dari rangkaian perayaan Lebaran bagi masyarakat Pekalongan. Seluruh kota seolah tumpah ruah di Krapyak dan sekitarnya untuk merayakan "Lebaran Kecil" ini. Jalanan dipenuhi oleh lautan manusia, pedagang dadakan, dan berbagai wahana hiburan rakyat.
Mahkota dari seluruh kemeriahan ini adalah prosesi pemotongan Lopis Raksasa. Lopis, penganan yang terbuat dari beras ketan, dimasak dalam ukuran yang luar biasa besar, seringkali mencapai berat lebih dari 2 ton dengan tinggi lebih dari 2 meter. Proses pembuatannya sendiri merupakan sebuah ritual yang melibatkan gotong royong puluhan warga selama berhari-hari, mulai dari mencuci beras ketan, membungkusnya dengan daun pisang, hingga merebusnya di tungku raksasa.
Pemotongan lopis oleh Walikota Pekalongan beserta para ulama menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Ribuan warga berdesakan untuk bisa mendapatkan bagian dari lopis tersebut, sebuah kepercayaan bahwa menyantapnya akan mendatangkan berkah. Walikota Pekalongan, H.A. Afzan Arslan Djunaid, dalam sambutannya di acara Syawalan 2024, menegaskan makna tradisi ini. "Lopis Raksasa ini adalah simbol persatuan dan kegotongroyongan warga Krapyak. Lengketnya ketan melambangkan eratnya persaudaraan kita semua. Ini adalah warisan budaya yang harus kita jaga dan lestarikan sebagai kebanggaan Kota Pekalongan," ujarnya.
Sejarah dan Makna Filosofis
Tradisi Syawalan di Krapyak diyakini berawal dari gagasan seorang ulama kharismatik, KH Abdullah Siroj, pada sekitar tahun 1855 M. Pada masa itu, beliau mengamati bahwa banyak warga yang masih memiliki utang puasa Ramadan. Beliau kemudian menganjurkan untuk menyempurnakannya dengan puasa sunah Syawal selama enam hari. Setelah selesai, pada tanggal 8 Syawal, diadakanlah perayaan bersama sebagai bentuk syukur, yang kemudian berkembang menjadi pesta rakyat hingga kini.
Pemilihan lopis sebagai ikon utama juga sarat akan makna filosofis. Selain teksturnya yang lengket sebagai simbol persatuan (dalam bahasa Jawa, kraket atau raket berarti dekat/erat), lopis juga memiliki makna "Lelabuhane wong kang apik lan uripe isa dipaesi" yang kurang lebih berarti pengorbanan orang baik yang hidupnya bisa menjadi teladan. Setiap bagian dari prosesi, mulai dari pembuatan hingga pembagian, mengandung nilai-nilai luhur tentang kebersamaan, rasa syukur, dan penghormatan kepada ulama.
Kini, tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebuah pengakuan resmi atas nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Ekonomi Berbasis Event dan Geliat UMKM
Perayaan Syawalan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi warga Kelurahan Krapyak dan sekitarnya. Selama beberapa hari, wilayah ini berubah menjadi pasar rakyat raksasa. Ratusan hingga ribuan pedagang kecil, mulai dari penjual makanan dan minuman, mainan anak-anak, hingga pakaian, membuka lapak di sepanjang jalan utama dan gang-gang permukiman.
Bagi banyak warga Krapyak, momen ini menjadi kesempatan untuk meraup pendapatan tambahan yang signifikan. Mereka menyewakan halaman rumahnya untuk lapak pedagang atau berjualan sendiri. Perputaran uang selama beberapa hari perayaan Syawalan diperkirakan mencapai miliaran rupiah, menjadikannya sebuah event-driven economy yang sangat vital.
Di luar momen Syawalan, roda perekonomian kelurahan ini digerakkan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beragam. Sebagian warga berprofesi sebagai pengrajin atau pedagang di pasar-pasar terdekat. Mengingat lokasinya yang tidak jauh dari pesisir, beberapa warga juga terlibat dalam aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan perikanan, meskipun tidak seintensif kelurahan lain yang berada persis di garis pantai.
Tantangan Lingkungan dan Kehidupan Keseharian
Meskipun dikenal karena kemeriahannya, Kelurahan Krapyak juga menghadapi tantangan yang sama dengan wilayah Pekalongan Utara lainnya, yakni banjir dan rob. Meskipun lokasinya tidak berada langsung di bibir pantai, sistem drainase yang terhubung dengan sungai-sungai yang bermuara ke laut membuatnya rentan terhadap genangan, terutama saat curah hujan tinggi bersamaan dengan pasang air laut.
Masalah pengelolaan sampah juga menjadi tantangan besar, khususnya pasca-perayaan Syawalan. Ribuan ton sampah yang ditinggalkan oleh jutaan pengunjung menjadi pekerjaan rumah tahunan bagi Dinas Lingkungan Hidup dan warga setempat. Namun, kesadaran dan sistem pengelolaan sampah dari tahun ke tahun terus diperbaiki untuk meminimalisir dampak lingkungan dari pesta rakyat ini.
Secara administratif, Kelurahan Krapyak memiliki luas wilayah 0,81 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 12.336 jiwa (data BPS 2022), menjadikannya kelurahan yang sangat padat. Kepadatan ini menuntut tata kelola lingkungan dan sosial yang baik. Kehidupan masyarakatnya dikenal sangat komunal dan religius, di mana masjid dan majelis taklim menjadi pusat interaksi sosial yang penting di luar keramaian Syawalan.
Dengan identitas budayanya yang sangat kuat, Kelurahan Krapyak memegang posisi istimewa di hati masyarakat Pekalongan. Ia adalah bukti bahwa tradisi dapat menjadi sumber kekuatan, kebanggaan, dan bahkan motor penggerak ekonomi, sambil terus beradaptasi dengan dinamika zaman dan tantangan lingkungan yang ada.